Saturday 26 March 2011

Earth Hour, Mandi Satu Gayung dan Suku Terasing

1301130669696252850
Save Water oleh Muhammad Zulqamar (sumber youtube)

Program mematikan lampu selama satu jam atau Earth Hour yang diterapkan malam ini, tepatnya pada pukul 20.30 hingga 21.30 adalah merupakan gerakan dari WWF (World Wide Fund for Nature, juga dikenal sebagai World Wildlife Fund), organisasi konservasi terbesar di dunia. Program ini merupakan inisiatif global untuk mengajak individu, komunitas, praktisi bisnis, dan pemerintahan di seluruh dunia untuk turut serta mematikan lampu dan peralatan elektronik yang sedang tidak dipakai selama 1 jam. Kampanye ini dilakukan setiap Sabtu di minggu ke-3 bulan Maret setiap tahunnya untuk meningkatkan kesadaran atas perlunya tindakan terhadap perubahan iklim.


Dari Wikipedia didapatkan penjelasan bahwa Earth Hour dicetuskan oleh WWF dan The Sydney Morning Herald tahun 2007 ketika 2,2 juta penduduk Sydney berpartisipasi dengan memadamkan semua lampu yang tidak perlu. Selanjutnya gayung bersambut, setelah Sydney, banyak kota-kota lain di seluruh dunia ikut berpartisipasi pada tahun 2008.

Untuk keselamatan bumi, siapapun pasti akan mendukungnya, karena kita berada dalam satu planet yang sama dan tentunya apapun yang terjadi pada bumi tempat kita berpijak ini adalah merupakan tanggung jawab bersama. Dan warisan terbesar yang kita beri kepada anak cucu kita kelak adalah bumi yang layak untuk didiami.

Tapi ada lagi sebenarnya program yang lebih menantang dan sangat berdayaguna. Dan program ini asli milik bangsa kita, ada baiknya kitapun menjadi inisiator bagi negara-negara lain untuk melakukannya. Program yang dimaksud adalah Kampanye Mandi Satu Gayung Air.

Bagaimana bisa mandi dengan satu gayung?
Muhammad Zulqamar telah membuktikan dengan filem pendekknya berjudul Save Water. Kalau ini dianggap ide gila, taklah mungkin filem pendek ini mendapatkan penghargaan sebagai juara utama dalam kompetisi video MyView H2O yang digelar Bank Pembangungan Asia (ADB). Tak tanggung-tanggung, video ini mendapatkan nilai terbaik oleh Dewan juri yang hebat antara lain sutradara Jepang Momoko Ando yang pernah menjuarai kompetisi film internasional, sutradara Indonesia Joko Anwar yang kerap disebut sebagai salah satu sutradara muda terbaik Asia, dan pembuat film dokumenter AS Christopher Beaver yang juga kurator laman dokumenter Docspopuli.com. Dewan juri lainnya adalah Khavn dela Cruz yang diberi julukan "Bapak Pembuat Film Digital Filipina", pembuat film dokumenter China Du Haibin, dan pembuat film dokumenter Pakistan Samar Minallah, serta Penasehat Senior Presiden ADB, Arjun Thapan.


"Save Water menang tidak hanya karena diarahkan dan digambarkan dengan baik, tapi karena mengandung pesan yang kuat yang disampaikan secara sederhana, padat, dan dengan jenaka serta berdampak kuat," kata Direktur Utama Departemen Hubungan Eksternal ADB Ann Quon, Rabu (23/3/2011) (sumber Kompas.com).

Dalam film tersebut digambarkan bahwa hanya dalam jangka waktu lebih dari satu menit, dan tanpa berkata-kata, bagaimana aktivitas mandi dan melestarikan air dapat berjalan beriringan. Film itu menggambarkan bagaimana hanya dengan satu gayung air dapat membuat seseorang bisa melakukan aktivitas mandi dengan menyenangkan dan bersih. Bagaimana bila serentak dilakukan? 

Mari "padam" kan
Bila bangsa lain mendukung kampanye Earth Hour dengan kebanggaan sebagai tindakan mulia (1 jam), maka kitapun sebenarnya sudah melakukannya sehari-hari dengan memaklumi dan tetap bangga kepada negara yang sering memberikan pemadaman bergilir kepada pelanggannya. Negara ini seharusnya mendapatkan penghargaan itu.

Tapi sudahlah, niat baik tetap harus dipandang baik, setidaknya manusia-manusia bumi ini berada dalam semangat yang sama dengan mengedepankan pemikiran bersama untuk menyelamatkan bumi. WWF juga pasti tahu, bahwa masih banyak saudara kita yang masih memelihara adat dan hutannya dengan hidup berdampingan dengan alam, namun kita mengkatagorikan mereka sebagai masyarakat terasing dan berada dalam pengawasan Mentri Pembangunan Daerah Tertinggal. Mengapa kita harus cap mereka sebagai manusia terasing dan tertinggal?

Justru kita yang terasing dan tertinggal. Program Earth Hour adalah bukti keterasingan dan ketertinggalan kita dalam menyelamatkan bumi, dalam memaknai bagaimana merubah hidup agar tidak merugikan alam (bumi). Tak tepat lagi mereka disebut terasing karena memang mereka tak ingin hidupnya diganggu oleh kebuasan modrenisasi, mereka memelihara hidupnya dengan menjalankan nilai-nilai yang diyakini. Sementara kita sering memaksakan keyakinan kita kepada yang berbeda keyakinan (bahkan sampai berdarah-darah).

Mereka juga tak tertinggal. Bukan berarti tak memiliki barang elektronik adalah cermin masyarakat tertinggal. Bukan berarti tak bisa baca dan tulis menjadi masyarakat tertinggal. Justru kita sadar tak sadar menjadi budak kebodohan secara pintar. Kita terjebak menjadi bangsa pembeli dan malas berkreasi. Kita tetap saja dijajah oleh ide-ide asing, ditindas secara ekonomi.

Mereka yang kita cap sebagai masyarakat terasing dan tertinggal bisa menikmati udara sejuk dan air jernih sementara kita terus menerus berkubang polusi dan hanya memiliki sungai berwarna pekat. Dan yang menggenaskan, kita yang mengaku masyarakat modern menderita karena harga beras yang tinggi (sehingga pemerintah perlu mengimpor beras) sedangkan mereka nyaris tak pernah kelaparan atau bahkan terdengar menderita busung lapar.

1301150197324624053
bersama kompasiner Mays di desa Cicakal (Baduy Luar) desa Kanekes, Banten
Di sebuah kampung suku Baduy Dalam di Ciboleger, seorang Baduy pernah berkata, "pak, mandi di sini seperti ikan ya. Tak memakai sabun dan shampo." Ketika itu aku memang baru saja pulang dari tempat pemandian. Pemandiannya di pinggir kampung, ada yang berbasahan langsung di sungai ada pula di sebuah pancuran dari mata air. Sepertinya memang kurang lengkap tanpa sabun dan shampoo, tubuh terasa kurang bersih. Tapi aku tersadar, bahwa makanan dan lingkunganlah penyebabnya. Karena mereka makan dari makanan yang ditanam secara organik dan mereka tak mengkonsumsi makanan yang penuh bahan pengawet. Wajar kalau keringat mereka tak bau dan daki tak penuh polusi.

Di saat matahari berlari menuju belahan bumi yang lain, dunia mereka tenang. Tak perlu dikampanyaikan program Earth Hour untuk setiap tahunnya, karena setiap malamnya mereka tak ditaburi oleh penerangan lampu listrik. Cukup sumbu menyala dengan bahan bakar alami, minyak kelapa. Dan selepasnya setelah aktivitas makan malam selesai. Lampu dipadamkan. Mereka tak asing dengan kegelapan. Karena tak selamanya terang benderang mampu mencerahkan, bahkan justru menyesatkan. Jadi..... mari "padam" kan.

No comments: