sebuah pesan di pintu mesin
pendingin makanan.
tuhan pagi ini sengaja tak membangunkanku, ia hanya
menempelkan secarik kertas :
"ketika kau membaca ini,
engkau telah terbangun."
lalu aku menuju meja makan,
perut begitu lapar. ketika aku membuka tudung saji, aku berharap tuhan telah
memasakkanku sepiring nasi goreng. dan aku dapatkan, secarik kertas di atas
piring. tertulis, "ketika kau membaca ini, kau sudah kenyang."
di pintu lemari, akupun
melihat sebuah kertas kecil, "ketika kau membaca ini, hatimulah pakaianmu
yang terindah." aku tahu, baju-bajuku telah membusuk di pojok kamar mandi.
Dan ketika aku membaca
dinding, membaca laci, membaca langit-langit dan membaca pintu. tertulis,
"ketuklah, maka akan dibukakan."
Ketika aku menyapa jalan,
orang-orang lalulalang, lampu merah dan asap-asap knalpot. mereka lupa pada
kata. diam. seakan melangkah sudah menyatakan bahasa, bahwa mereka sedang
diburu-buru hidup.
aku mencari tuhan tanpa
kartus pos. berharap ia menuliskan pesan di badan bis-bis kota, di spanduk yang
terbentang atau di kerumunan suara yang meneriakkan perutnya.
aku mencari tuhan dengan
berkata-kata, dengan bertanya-tanya.
aku mencari wajahnya dengan
menatap mata-mata, senyum.
aku menemukan jejaknya di
sebuah sudut kota.
Kata mereka, “tuhan pernah
mampir dan selanjutnya pergi.”
"mengapa tak kalian
paksa saja ia tinggal di sini?"
"kami rasa, masih banyak
orang yang akan dijumpainya. kami sudah kuat oleh kata-kata yang
ditinggalkannya."
aku terhenyak diam. tuhan
juga meninggalkanku. pagi-pagi.
atau mungkin ia marah, ketika
aku memperlakukannya tak pantas. memintanya untuk berjaga dikala tidur malamku
bak seorang satpam. memintanya menghantarkan ku selamat ke tujuan, bagai
seorang supir berpengalaman. meminta makanan, meminta rejeki, meminta jodoh,
meminta naik pangkat, meminta.... meminta.....
"di sini kami tak
meminta. karena kami tak mampu meminta padanya."
"mengapa? apakah kalian
tak sadar, ia mampu memberi apa yang kalian pinta."
"kami tahu, ia lebih
tahu apa yang kami butuhkan. Tanpa diminta, ia sudah melakukan.”
ketika aku pulang tanpa
bergandengan tangan dengan tuhan, aku menemukan seseorang di bawah pohon sedang
bernyanyi,
“berkat mu yang telah
kuterima/ sempat membuatku terpesona/ apa yang tak pernah kupikirkan/ itu yang
kau sediakan bagiku/ siapakah aku ini tuhan/ jadi biji matamu/ dengan apakah
kubalas tuhan/ selain puji dan sembah kau..”
aku terdiam mendengarnya.
dingin bagai nisan yang kelak menuliskan namaku. tuhan, maafkan bila aku selama
ini membuatmu repot. Cukuplah firman-firman mu menjadi percakapan batinku.
edisembiring2011
edisembiring2011
1 comment:
tulisan yg inspiratif
Post a Comment