--- menuju revolusi di bulan ke enam
Nafas malam itu
bukan lagi sebuah tafsir.
Tidur sudah terjaga, kunang-kunang
berlutut di kelahirannya.
Suara-suara menjadi batu
di tiap detik yang membunting jadi gunung.
Kian melambung, kian membumbung,
nasib tak mau lagi disunting.
Kuali retak tak bisa menanak.
Teranak perih bayi-bayi dendam
berkalung kapak-kapak.
Bernama massa, mereka merangkak.
Nurani terpanah di satu titik.
Malam ini,
nafas bukan lagi sebuah tafsir.
Di mulut gunung
kapak-kapak teracung
menguliti bulan
di purnama yang ke enam.
Bernama kota tak berbekas.
Darah berbayang di rembulan
16desember2002
No comments:
Post a Comment