Thursday 28 July 2011

Amir Hamzah pada Gelombang Revolusi



Amir Hamzah (lukisan pena Dede E. Supria). Gambar : Buku “Amir Hamzah Pangeran dari Seberang

“Raja telah jatuh, rakyat berkuasa! Raja telah jatuh, rakyat berkuasa!”
“Rakyat menjadi hakim! Hidup rakyat! Musnahkan kaum bangsawan!”

4 Maret 1946, seruan-seruan itu terdengar riuh di Istana Binjai. Kala itu, sekelompok pemuda menyeruak masuk ke halaman istana. Mereka menuntut agar bendera kerajaan yang bersanding dengan bendera merah putih, diturunkan. Lagu “Darah Rakyat” berkumandang. Suara para pemuda itu membahana. Senja koyak.

Tengku Amir Hamzah, Bupati Binjai dari Indonesia yang juga menantu Sultan Langkat sekaligus petinggi negara Langkat, membiarkan barisan “wakil rakyat” merusak ruangan istana kerajaan. Meski terjadi kerusakan, hari itu tidak ada penganiayaan.

“Tinggallah buah hati Entu (ayah). Baik-baiklah dan jangan nakal!” begitu ucap Amir kepada Si Kuyung kala laskar pemuda menjemputnya.

Amir diciduk oleh Laskar Pesindo pada 7 Maret 1946 dengan mobil pick up. Berbaju kemeja putih lengan panjang, ia sempatkan melambaikan tangannya pada orang-orang yang ingin menyalaminya di jalan. Bersama tahanan lain, Amir dikumpulkan di Jalan Bonjol, Binjai, lalu dikirim ke perladangan Kuala Begumit untuk menjalani hukuman.

Di Kuala Begumit, pakaian Amir dilucuti, diganti dengan celana goni. Para tahanan diperintahkan menggali lubang; lubang kuburan mereka sendiri.
Satu demi satu para tahanan ditutup rapat matanya. Tangan diikat kuat ke belakang.

Sang algojo ternyata tak lain adalah Mandor Iyang Wijaya, pelatih kesenian dan silat kuntau di Istana Langkat, yang juga merupakan kesayangan Amir. Sebelum melakukan eksekusi, ia mengabulkan permintaan terakhir Amir. Amir hanya meminta dua hal. Pertama, ia meminta tutup matanya dibuka karena ingin menghadapi ajalnya dengan mata terbuka. Kedua, Amir meminta waktu untuk salat sebelum hukuman dijatuhkan. Kedua permintaan Amir ini dikabulkan.
Usai salat, Sang Pujangga pun menerima ajalnya. Ia pergi menghadap sang Khalik dalam usia 35 tahun. Kepalanya putus.

Pada November 1949, penggalian kuburan massal di Kuala Begumit dilakukan. Satu di antara beberapa lobang yang digali, selain berisi kerangka manusia, ditemukan sebentuk cincin emas bermata nilam, warna bunga kecubung, dan seuntai jimat dari benda timah milik Amir. Dalam pemeriksaan di pengadilan, Mandor Iyang Wijaya, juga mengaku telah melakukan pemancungan atas leher puluhan manusia di Kuala Begumit, termasuk di antaranya pujangga Amir Hamzah.

Dari Medan, kerangka Amir pun dibawa ke Tanjungpura, disemayamkan di rumah rendah Rantau Panjang dan dikebumikan selayaknya menurut agama Islam di samping Masjid Azizi, Tanjungpura, Langkat, dekat makam ibu bapaknya.

Amir Hamzah sebenarnya telah mendengar rencana penyerbuan itu, dari kakaknya, Tengku Noyah, namun ia berkata :

Wednesday 20 July 2011

Tuhan Tersenyum Saat Profesor dan Mahasiswa Berdebat Tentang DiriNya.

 

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.

“Tuhan menciptakan semuanya?” Tanya professor sekali lagi.

“Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan”.

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”

“Tentu saja,” jawab si Profesor,

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”

Friday 15 July 2011

selamat pagi tuhan



selamat pagi tuhan.
sudah kusiapkan segelas teh hangat untukmu.
airnya aku kumpulkan dari tetes-tetes tangis kami, dan aku tambahkan senja kemerahan di mata yang tak lagi tegak menatap kata-kata di kitabmu.

seperti biasa, aku tahu kau tak suka teh yang terlalu manis dan terlalu hambar.
cukup aku tambahkan saja setengah sendok doa, lalu tubuh bekerja untuk menyatukannya.

selamat pagi tuhan, salam buat Adam yang telah menghantarkan kami keluar dari Tamanmu.

edisembiring2011

Aku mencari tuhan tanpa kartus pos.




sebuah pesan di pintu mesin pendingin makanan. 
tuhan pagi ini sengaja tak membangunkanku, ia hanya menempelkan secarik kertas :

"ketika kau membaca ini, engkau telah terbangun."


lalu aku menuju meja makan, perut begitu lapar. ketika aku membuka tudung saji, aku berharap tuhan telah memasakkanku sepiring nasi goreng. dan aku dapatkan, secarik kertas di atas piring. tertulis, "ketika kau membaca ini, kau sudah kenyang."

di pintu lemari, akupun melihat sebuah kertas kecil, "ketika kau membaca ini, hatimulah pakaianmu yang terindah." aku tahu, baju-bajuku telah membusuk di pojok kamar mandi.

Wednesday 6 July 2011

Pram dan Maria di Beranda Belakang Rumah Kaca


Pram dan Maria (polesan oleh edisantana)
Pram dan Maria (polesan oleh edisantana)
Banyak orang mengutip kalimat berikut sebagai sebuah kata-kata bijak yang disukai, disenangi, penyemangat hidup hingga menjadi kalimat yang melahirkan sikap Revolusioner. Kata-kata ini tertulis di halaman terakhir novel Rumah Kaca (Tetralogi Buru) karangan Pramoedya Ananta Toer. Kata-kata tersebut adalah :

“Deposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles”

yang diterjemahkan oleh orang banyak sebagai :
“Dia rendahkan mereka yang berkuasa dan naikan mereka yang Terhina.”

Kalimat ini juga ada di dalam Alkitab yaitu di :
Luke 1 : 52 : Deposuit potentes de sede, et exaltavit humiles

atau :
Lukas 1:52 : Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah.

Sementara itu di dalam Kidung pujian Magnificat (juga disebut Nyanyian Pujian Maria) kalimat itu ada juga disebutkan. Kidung ini diambil dari Injil Lukas (Lukas 1:46-55) yang tersisip di tengah naskah prosa. Nama Magnificat diambil dari kata pertama kidung tersebut dalam versi Bahasa Latinnya.

Bahasa Yunani Koine:
Μεγαλύνει ἡ ψυχή μου τὸν Κύριον καὶ ἠγαλλίασε τὸ πνεῦμά μου ἐπὶ τῷ Θεῷ τῷ σωτῆρί μου,
ὅτι ἐπέβλεψεν ἐπὶ τὴν ταπείνωσιν τῆς δούλης αὐτοῦ. ἰδοὺ γὰρ ἀπὸ τοῦ νῦν μακαριοῦσί με πᾶσαι αἱ γενεαί.
ὅτι ἐποίησέ μοι μεγαλεῖα ὁ δυνατός καὶ ἅγιον τὸ ὄνομα αὐτοῦ, καὶ τὸ ἔλεος αὐτοῦ εἰς γενεὰς γενεῶν τοῖς φοβουμένοις αὐτόν.
Ἐποίησε κράτος ἐν βραχίονι αὐτοῦ, διεσκόρπισεν ὑπερηφάνους διανοίᾳ καρδίας αὐτῶν·
καθεῖλε δυνάστας ἀπὸ θρόνων καὶ ὕψωσε ταπεινούς, πεινῶντας ἐνέπλησεν ἀγαθῶν καὶ πλουτοῦντας ἐξαπέστειλε κενούς.
ἀντελάβετο Ἰσραὴλ παιδὸς αὐτοῦ, μνησθῆναι ἐλέους, καθὼς ἐλάλησε πρὸς τοὺς πατέρας ἡμῶν, τῷ Ἀβραὰμ καὶ τῷ σπέρματι αὐτοῦ εἰς τὸν αἰῶνα.

Bahasa Latin (Vulgata):
Magnificat anima mea Dominum
Et exultavit spiritus meus in Deo salutari meo.
Quia respexit humilitatem ancillæ suæ: ecce enim ex hoc beatam me dicent omnes generationes.
Quia fecit mihi magna qui potens est, et sanctum nomen eius.
Et misericordia eius a progenie in progenies timentibus eum.
Fecit potentiam in brachio suo, dispersit superbos mente cordis sui.
Deposuit potentes de sede et exaltavit humiles.
Esurientes implevit bonis et divites dimisit inanes,
Suscepit Israel puerum suum recordatus misericordiæ suæ,
Sicut locutus est ad patres nostros, Abraham et semini eius in sæcula.

Bahasa Indonesia (Alkitab Terjemahan Baru Lembaga Alkitab Indonesia) :
Jiwaku memuliakan Tuhan,
dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,
sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,
karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.
Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.
Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya;
Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah;
Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa;
Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya,
seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.

Magnificat di antara segala anak bangsa
Pada era 1980-an, para diktator di Guatemala melarang keras pembacaan Magnificat di depan umum karena mengandung nada revolusioner. Sementara itu di Nikaragua, Magnificat merupakan doa favorit di kalangan petani dan kerap dibawa ke mana-mana sebagai jimat. Selama tahun-tahun kekuasaan Dinasti Somoza, para campesinos (petani atau buruh tani) diwajibkan membawa-bawa surat bukti bahwa mereka telah memberikan suaranya bagi Somoza sehingga dokumen tersebut disindir dengan julukan Magnificat.

Tafsiran singkat Magnificat (Lukas 1:46-55)
Menurut Stanley Jones : “Magnificat adalah dokumen paling revolusioner di dunia.”

Ada 3 tindakan revolusioner yang terdapat dalam magnificat ini :
- revolusi moral :
“… sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya.” ; “…mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya.” [ay.48a&51b]
- revolusi sosial :
“Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah;” [ay.52]
- revolusi ekonomi :
“Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” [ay.53]

Terlihat kental akan spirit pemberontakan Maria dalam Magnificat (Magnificat Anima Mea Dominum atau Jiwaku Memuliakan Tuhan). Doa ini menjadi ringkasan iman dan kepercayaan Maria pada Tuhan. Dan dalam Women’s Bible Commentary, penulis Jane Schaberg ada mengatakan bahwasannya Magnificat adalah sebagai nyanyian pembebasan, baik pembebasan personal, sosial, moral, maupun ekonomi. Schaberg juga mengatakan, ini merupakan catatan revolusioner dari jiwa seorang bernama Maria
Cover novel Rumah Kaca oleh Pramoedya Ananta Toer
Cover novel Rumah Kaca oleh Pramoedya Ananta Toe

Di sebuah sore di beranda belakang Rumah Kaca
Dan dalam Magnificat atau Kidung Maria, Pram menemukan kalimat Deposuit potentes de sede, et exaltavit humiles yang membuatnya terpukau hingga harus menutup isi novel dengan menuliskannya di halaman terakhir di novel Rumah Kaca.

Tapi apapun itu, kalimat itu telah membuat Pram sadar bahwa ada kekuatan yang mampu meRendahkan mereka yang berkuasa dan meNaikan mereka yang Terhina. Kekuatan itu lahir karena Magnificat anima mea Dominum (Jiwaku memuliakan Tuhan), kekuatan itu lahir kalau kita bisa memuliakan jiwa-jiwa anak bangsa pada jalan kebenaran, pada cita-cita bersama. Mari mempersiapkan pemberontakan itu. Seperti pemberontakan Maria yang menginginkan perubahan.

Edi Sembiring

Kemana Engkau yang Dulu

1290913418943463591
pejuang tua dan nasionalisme yang terjaga. bapak ini dulunya pejuang. menjelang tua dia memiliki hobi, setiap tahun baru dia menghias becaknya komplit ala tentara pejuang Indonesia dan nongkrong di daerah kota di bandung. photo oleh Gyoza Dagi. sumber foto : http://gyozangejepret.blogspot.com/



Kemana engkau yang dulu muda dan bersumpah?

Kemana bisikmu yang kau titip pada pacar senjamu di tapal batas kota?

Kemana dadamu yang terbuka dan menantang kaum barbar yang tak ingin hengkang?

Ah..... engkau mengapa cepat pergi dan terlalu mempercayakan negeri ini pada orang tua kami yang bermain mata dengan pedagang-pedagang asing.

Negeri ini perlu pengawal sepertimu, walau ku sadar gelisahmu akan menjadi ocehan kaum tua yang nyinyir pada anak-anaknya yang malas berpikir.

...... dan surat wasiatmu yang bersampul merah putih telah mereka singkirkan dan tanam di samping kuburmu.

pada nisanmu mereka sempat tuliskan :

bawa pergi igauan-igauanmu...

Betis Ken Dedes

Legenda mengisahkan, Ken Arok ngotot ingin mempersunting Ken Dedes karena melihat betis wanita cantik itu bersinar.

Seorang Empu memaknai pertanda itu sebagai wanita yang akan melahirkan raja-raja di tanah Jawa.

Maka patut dicurigai, bahwa kisah betis bersinar itu sekedar tindakan SENSOR untuk mempersopan legenda itu. Sebenarnya, yang bersinar adalah vagina Ken Dedes.

Hal ini lebih selaras dan sesuai dengan ramalan sang Empu. Sebab tak lazim wanita melahirkan lewat betis.

Dan menurur Prof. Dr. Budi Darma, berdasarkan naskah Jawa kuno yang pernah beliau baca, yang bersinar itu sebenarnya rambut kemaluan.

Deja Vu.

Foto ini adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal.

Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di disamping ini untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.

Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan. Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami Deja Vu.

Déjà vu(/ˈdeɪʒɑː ˈvuː/ (bantuan·info)) adalah sebuah frasa Perancis dan artinya secara harafiah adalah "pernah lihat / pernah merasa."