Wednesday 2 July 2003

Mak Engket, Mak Erot dan Mak Mega

Entah siapa dia sehingga Koes Plus begitu berharap. Memberi harap akan ada sebuah pertolongan. Dengarlah nyanyiannya :

Mak Engket maukah kau menolongku
tunjukkan jalan ke telaga biru
di sana kekasihku selalu menunggu
aku ingin segera bertemu...
Mak Engket dengarkanlah kata-kataku
ku rindu kekasihku
Mak Engket luluskanlah
permintaanku di sisa hidupku


Lagunya cukup tua, setua jawaban yang tak kunjung didapat. Bukan berarti kita sudah pikun apalagi bangkotan. Biarlah mereka saja yang tahu. Tentang Mak Engket.

Tonny K, sang pencipta, teringat telaga biru, di sana ada tempat bersua yang indah, mungkin takkan terlupakan. Ia ingin bertemu kekasihnya. Tetapi mengapa ada Mak Engket di antara mereka? Ada apa dengan Mak Engket.

Sebuah permintaan di sisa hidup, permintaan yang tidak rakus. Permintaan yang tulus. Ia mempertaruhkan penantian, ia ingin bertemu di telaga biru. Ohhh.... Mak Engket malaikat berkain apa?

Mengapa hanya meminta pada Mak Engket? Mungkinkah manusia lain tidak ada yang tahu jalan? Yang pasti bisa dimengerti, Mak Engket tidak pikun. Ia tidak pelupa. Ia tahu jalan. Ia tidak pelupa. Ia tahu jalan. Ia ramah dan tahu kemauan para pecinta. Ia tahu.......

Di sana kekasihku selalu menunggu. Selalu? Ini menandakan kekasihnya setia menunggu, walau hingga detik itu ia tak pernah ke situ. Ia tak tahu jalan. Ia hanya tahu kekasihnya selalu menuggu. Mengapa berjanji di tempat yang tak pasti? Mengapa Mak Engket yang hanya tahu? Tapi Mak Engket bukanlah nama yang menyeramkan, tak ada ingin menuduhnya sebagai penyamun atau mungkin sejenis dedemit menculik perawan. Ia bukan setan, hanya malaikat entah berkain apa. Mak Engket luluskanlah permintaanku. Ohh... begitu berharapnya.

Seperti Mak Engket, saat ini ada Mak Erot. Ia juga tempat berharap yang baik. Panjang, besar dan tahan lama. Itu yang diketahui Mak Erot. Dan tak perlu memelas-melas untuk pergi ke telaga biru, berenang di sanapun akan terwujud. Ada uang ada panjang. Besar dan tahan lama. Mah Erot mengumumkan dirinya. Ia seakan 'menyandera' kenikmatan. Terbersit padanya ada jalan 'memuaskan' sang kekasih untuk bertemu. Ia tak tulus. Ia perlu fulus dengan akal bulus (atau minyak bulus?) lelaki (oknum lelaki) mempercayakan penisnya. Sebuah rasa tidak PeDe (percaya diri). Tidak berani memiliki apa adanya dan berkata, "inilah aku! Ini PeDe (penis dhewe)"

Ini sebuah penyakit sosial. Ada banyak "orang pintar" yang mengobral jasa untuk itu. Mereka sangat 'pintar.' Mengemas isu sehingga memunculkan kerisauan, rasa percaya diri luntur. Dan pada mereka ada jalan. Dan tak disangka, para perempuan (ini juga oknum) 'terinspirasi' pada nilai kesempurnaan. Seakan panjang, besar dan tahan lama bisa menghantar menuju 'telaga biru.' Terbukti dengan banyaknya minuman vitalitas 'dijajakan' perempuan (sekali lagi oknum) di layar beling. Dan para pria (masih tetap oknum) makin ketakutan melihat kuencengnya putaran pinggul Mak Inul, eh Inul rek!!

Ternyata hari-hari menawarkan banyak perubahan. Gamblang tergambar di muka kita. Tak semisteriusnya Mak Engket milik Koes Plus, semua kini bugil di depan mata, tak risih mengeliat, bergoyang, menggerang. Ada banyak iklan tentang Mak Erot. Di iklan baris, di bibir-bibir, di dinding, di otak-otak kita. Virus yang tak mematikan namun mengkhawatirkan. Ada perubahan nilai yang diurutnya. Anehnya, semakin banyak orang mengaku 'sepintar' Mak Erot. Mengaku diri anaknya, muridnya, cucunya, mungkin tetangganya.

Saya teringat sebentar lagi akan ada pemilu, ada arena jual 'obat.' Berkoar-koar di tengah masa dan massa. Saya dapat kabar, Mak Mega masih akan juga menjual 'obatnya.' Katanya penawar penyakit masyarakat. Korupsi. Kebodohan. Rendah diri namun mau menang sendiri. Ramah hati tapi anarkis. Dan kabarnya pula akan ada 'obat' mujarab pengobat lapar. Janjinya tak hanya di jalan dan di pasar. Media cetak dan elektronik memburunya. Mencari tahu jenis formula obat itu. Sekaligus mencari tahu efek sampingan, cara pakai dan harganya. Olala..... Mak Mega seolah-olah jelmaan Mak Engket (malaikat yang entah berbaju apa).

Sebelum jemu, ada sebuah jeda dan aku akan menyanyi :

Mak Mega maukah kau menolong kami
tunjukkan jalan menuju Indonesia baru
di sana kemakmuran menunggu
kami ingin segera menggapainya...
Mak Mega dengarkanlah suara nurani
kami tak ingin ditindas lagi
Mak Mega bersikaplah jujur
permintaan ini disisa harap menuju revolusi


Akan ada begitu banyak janji. Tidak hanya Mak Mega menual 'obat. Ada Mak Haz, Mak Rasis eh Rais, Mak Sby, Mak dll. Mereka menokohkan diri, mencari panggung sandiwara semusim. Teringat pada pemilu yang lalu, adakah janji yang terkabul selain sebuah janji yang tak terucap yaitu : bohong.

Perebutan yang saling menyikut seperti anjing berebut tulang (atau supaya tak terkesan kasar dipakai saja kata : tongkat estafet). Tak seperti Mak Engket yang tulus. Atau bila pun disandingkan dengan Mak Erot yang mencari fulus, pada Mak Erot selalu ada jalan keluar Diberi fulus dan dihadiahkan olehnya 'surga.' Mak Erot masih realistis dan 'permainannya' tak kasar dan hina. Bagaimana dengan Mak Mega dan kawan-kawan? Bila mereka mendapat mandat (atau tulang) dari rakyat, akan terbayarkah/terpuaskan rakyat?

Meminjam sebuah jerit kaum militan, aku berucap lantang "bersatulah!!!!"
Mari merapat, akan bergema kata : MAK! (baca Maki)
Untuk mereka yang merampas tulang-tulang kita.
Merampas tulang-tulang kawan juang di nisan yang kini menganga.

Memilih untuk tidak memilih adalah hak pilih !!!
(pembelajaran untuk tidak terlalu berharap pada Pemilu atau siap dengan lapang dada menerima pembodohan)

jakarta,2juli2003

No comments: