Saturday, 21 December 2013

Dahlia Bukan Lekra

Artis film dan Partai Politik (1957)
Cover buku Dahlia dalam film "Halilintar"

Judul : Nasib bintang kawakan
Dimuat di Majalah TEMPO 30 Juli 1977

DAHLIA/DHALIA menyewa kamar itu Rp 20.000 sebulan. Ukuran 2 x 3 meter, berisi dua buah dipan berkasur tipis, sebuah meja yang sarat oleh piring dan perlengkapan dapur sederhana, baju-baju yang disampirkan, tersusun rapi di sudut, beberapa buah buku, dan boneka anjing-anjingan. Kalau ada tamu datang, digelar sebuah selimut abu-abu sebagai pengganti kursi. Dahlia, bekas bintang film tenar, usianya kini 51 tahun. Rambut masih hitam, badan sedikit kurus, dan kalau saja dia mau memoles diri masih memancar keayuannya. Puteri Tengku Katan yang masih kerabat Sultan Deli ini tinggal bersama anaknya yang sudah gadis: Ida, 19 tahun, dari suami Armansyah (almarhum). Tentang suaminya yang kedua, Yubaar Ayub, "sebelum Oktober 1965 saya sudah pisah tafel en bed," ujar Dahlia. Yubaar - eseis dan penulis sandiwara Siti Djamilah -- kini meringkuk di penjara Salemba. Selain anggota DPRGR Yubaar dulu adalah Sekretaris Jenderal LKRA. Di awal Yubaar dipenjara, "saya masih bezoek. Tidak lagi kini, untuk tidak mengganggu keluarga Yubaar."

Dahlia sendiri tidak pernah ditahan atau diinterogasi. "Malahan Baby Huwae, Norma, Sari Narulita, dan yang lainnya, pernah diinterogasi. Tapi saya tidak. Justru saya tidak senang dengan Gerwani waktu itu." Meski begitu rumah Dahlia di bilangan Cikini jadi korban demonstrasi dan kini dihuni orang lain. Di tahun 1954 Dahlia dilantik Bung Karno sebagai Ketua Barisan Bhinneka Tunggal Ika "Jangan keliru dengan perkumpulan pagar ayu yang dibuat oleh Sabur almarhum, karena barisan saya khusus untuk menerima tamu-tamu agung," katanya. Bhinneka bertugas pertama kali ketika Kepala Negara Woroshilov dari Rusia berkunjung ke Indonesia. Anggota barisan antara lain: Hamid Arief, Dien Jacobus (penyanyi sopran yang kini di luar negeri) dan Sofia Waldi (sekarang Sofia WD). Banyak ceritanya tentang kehidupan Istana waktu itu. Antara lain: "Saya kena marah Ibu Fatmawati karena saya pergi ke Bogor bertemu dengan Hartini. Wah, saya-ini kan cuma kerja saja. Diperintah ke Bogor yah ke Bogor." Dahlia masih saja dengan sifatnya yang dulu: kritis, tajam dan bersemangat. Main film pertama kali ketika berusia 14 tahun.

Saturday, 25 May 2013

SIBAGANDING SIRAJAGODA


SIBAGANDING SIRAJAGODA
karya  Mansur Samin

Tengah siang
di pojok nun, ke dalam restoran
berbondong para kuli berlesuan
duduk di sebaris bangku
dari bisik dan keluh :
Telah berbulan
tak ada kapal pulang!

Sedang sama menatap ke bandar sana
terkuak pintu muka
bunyi siul mengalun
dari mulut kumis brenteng
Tegap melangkah lagak parlente
bertopi pandan, bercekak pinggang
menatap awas ke tiap ruang
dengan sikap angkuh
menggeser sebuah bangku

Kuli-kuli pada menyisih
terserak pergi
dari pandang yang heran
hati terus bertanya :
Dari mana pula munculnya
ini Sibaganding Sirajagoda
tidakkah dirnya 
sudah lama dipenjara?

Sambil mengunyah kacang
ia buka topi pandannya
tiba-tiba sekepal tinju
menghantam meja
dengan megahnya :

Kasi bir! Sambal udang!
Rokok kowa dan Sate Padang!

Saturday, 14 April 2012

Lily Suhairy

Penyanyi dan Komponis Lily Suhairy, pimpinan Lily' Band
yang  merupakan ensamble musik Medan yang paling besar dan terkenal di era tahun 50-an


20 OKTOBER 1979


PUKUL dua dinihari, 30 September lalu, di sebuah kamar di Rumah Sakit Kodam II Bukit Barisan, Medan, terdengar suara wanita melagukan "Figurku." Ia menyanyi atas permintaan seorang laki-laki yang terbaring sakit di kamar itu: suaminya, pencipta lagu tersebut.

Dua hari kemudian, 2 Oktober pukul 08.35 WIB, laki-laki itu menghembuskan nafas terakhirnya. Dialah Lily Suhairy, sampai akhir hayatnya, selama 25 tahun memegang pimpinan Orkes Studio RRI Nusantara I Medan.

Mungkin tak banyak yang masih ingat wajah di foto ini. Sudah nasib, pencipta lagu di negeri ini gampang dilupakan -sementara lagu ciptaannya dan para penyanyi yang membawakannya lebih diingat dan dihargai.

Tahun 1970, misalnya, sebuah perusahaan rekaman piringan hitam mengeluarkan satu album band The Rollies. Disertakan juga lagu Selayang Pandang -- yang penciptanya disebut sebagai anonim. Padahal itulah salah satu lagu Lily yang berhasil dan sempat populer di tahun 50-an di seantero tanah air. Waktu itu Lily sempat protes. Tapi karena pihak perusahaan mengaku memang tak tahu betul, dan undang-undang yang ada pun tak mendukung protes seniman jenis itu, komponis itu akhirnya diam.

Perjalanan hidupnya membuatnya lebih percaya kepada musik. Kemudian juga (mudah-mudahan dimaafkan) minuman keras. Yang pertama memperkaya perbendaharaan musik kita dengan 182 lagu dengan warna langgam Melayu yang khas. Yang kedua menggerogoti kesehatannya, kemudian memberinya sakit kuning dan akhirnya merenggut nyawanya.

Lahir di Bogor, 23 Desember 1915, besar di Sumatera Utara. Konon sejak kecil sudah lebih menyukai kesenian daripada harus tekun dengan pelajaran sekolah. Meski begitu sempat menyelesaikan Mulo -- setingkat SMP. Pengetahuan musiknya diperoleh dari seorang Jerman di Medan. Dan minatnya itu diam-diam terus terpupuk ketika 1934 ia bekerja di perusahaan rekaman 'His Master's Voice' di Singapura.

Wednesday, 21 March 2012

Dialah yang sebenarnya merasa tak nyaman


Seorang perempuan berkulit putih tak mau duduk berdampingan dengan pria itu dalam sebuah pesawat. Perempuan itu merasa dirinya lebih tinggi derajatnya dari pria hitam itu.

Pramugari : "Ibu silahkan duduk, tak lama lagi kita akan terbang."
Perempuan putih : "Maaf, saya tak ingin duduk berdampingan dengan pria itu. Tolong beri saya tempat duduk yang lain saja."

Pramugari : "Maaf bu, kursi untuk kelas ekonomi tak ada lagi yang kosong. Saya harap ibu dapat duduk di kursi yang diperuntukkan untuk ibu."

Namun perempuan itu tetap tak mau duduk, penerbangan menjadi tertunda. Dan pria hitam itu terdiam, ia hanya mampu tertunduk.

Pilot pesawat berusaha menengahi, ia datang ke barisan sang ibu yang tetap berdiri.

Pilot : "Ada sebuah kursi yang kosong. Namun adanya di barisan kelas bisnis. Tak perlu tambah biaya. Saya mohon maaf bila ada ketidaknyamanan di awal penerbangan ini. Saya persilahkan untuk pindah dan merasakan kenyamanan duduk di kabin kelas bisnis."

Perempuan putih : "Terimakasih, pak. saya akan segera pindah."

Pilot : "Maaf, bu. kursi itu untuk bapak di sebelah ibu. Dialah yang sebenarnya merasa tak nyaman sejak tadi melihat sikap ibu. Maafkan saya."

Sitti Rohaya


Sitti Rohaya (duduk) bersama sang suami, Raden Saleh Sastrawinata, dan putra pertama mereka

Sitti Rohaya adalah salah seorang wanita pintar di Indonesia. Kenapa? Wanita asal Sindang Laut, Jawa Barat ini berhasil disekolahkan oleh orang Belanda gara-gara jago matematika.

“Setelah ibu Dewi Sartika, ya ibu Sitti Rohaya ini yang disekolahkan oleh orang Belanda,” kata ibu Sitti Saundari, yang merupakan menantu ibu Sitti Rohaya ini dari anak kedua.

Suatu hari, seorang pengusaha ingin menjual tanahnya yang berhektar-hektar di jalan Pisangan, Tebet. Nama pengusaha ini adalah Mr. Hadi. Beliau pengusaha dari Yogya. Untuk mewujudkan cita-cita memiliki sekolah, akhirnya Sitti Rohaya membeli sedikit tanah, yakni sekitar 250 m2 di samping SD BO. Inilah cikal bakal berdirinya SD Gotong Royong.

Sitti Rohaya menikah dengan Raden Saleh Sastrawinata. Pria keturunan ningkrat ini asli Cianjur lalu pindah ke Bandung. Di kota Bandung inilah Sitti Rohaya dan Raden Saleh berjumpa. Mereka dikarunai dua orang putra. Yang pertama bernama Raden Didi Sunardi. Anak kedua bernama Raden Dundi Djunaedi. Ibu Sitti Saundari adalah istri Raden Dundi Djunaedi.

Raden Saleh juga orang pintar. Menurut ibu Raden Saundari, Raden Saleh adalah salah seorang yang membangun stasiun kereta api Pasar Minggu. Ia pun sempat menjadi Kepala Stasiun di zaman Belanda yang dikenal dengan istilah ‘OO’ atau offsetter.

Sepeninggal Raden Saleh, Sitti Rohaya membangun sekolah di atas tanah yang dahulu adalah rawa-rawa di Pisangan Baru. Selain siswa yang mampu bayar, wanita ini juga menampung anak-anak yang nggak mampu. SD Gotong Royong ini memang punya misi sosial, padahal sekolah ini adalah sekolah swasta. Beda dengan SD sebelahnya, yakni SD BO.

“Ibu Sitti Rohaya sendiri pindah ke Jakarta dari Bandung sebelum Gestapo,” ujar ibu Sitti Saundari.

Begitu Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta, wilayah DKI berubah, termasuk di daerah Pisangan. Bersamaan dengan perubahan ini, tumbuh beberapa SD Inpres. Nggak cuma SD BO dan SD Gotong Royong lagi. Ada SD 01 di Bypass atau jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat. Lalu SD 03 Gang Skip, Jakarta Timur. Ada pula SD Domis yang didirikan oleh orang Belanda bernama Domispar.