Judul : Nasib bintang kawakan
Dimuat di Majalah TEMPO 30 Juli 1977
DAHLIA/DHALIA menyewa kamar itu
Rp 20.000 sebulan. Ukuran 2 x 3 meter, berisi dua buah dipan berkasur tipis,
sebuah meja yang sarat oleh piring dan perlengkapan dapur sederhana, baju-baju
yang disampirkan, tersusun rapi di sudut, beberapa buah buku, dan boneka
anjing-anjingan. Kalau ada tamu datang, digelar sebuah selimut abu-abu sebagai
pengganti kursi. Dahlia, bekas bintang film tenar, usianya kini 51 tahun.
Rambut masih hitam, badan sedikit kurus, dan kalau saja dia mau memoles diri
masih memancar keayuannya. Puteri Tengku
Katan yang masih kerabat Sultan Deli
ini tinggal bersama anaknya yang sudah gadis: Ida, 19 tahun, dari suami
Armansyah (almarhum). Tentang suaminya yang kedua, Yubaar Ayub, "sebelum
Oktober 1965 saya sudah pisah tafel en
bed," ujar Dahlia. Yubaar - eseis dan penulis sandiwara Siti Djamilah
-- kini meringkuk di penjara Salemba. Selain anggota DPRGR Yubaar dulu adalah
Sekretaris Jenderal LKRA. Di awal Yubaar dipenjara, "saya masih bezoek.
Tidak lagi kini, untuk tidak mengganggu keluarga Yubaar."
Dahlia sendiri tidak pernah
ditahan atau diinterogasi. "Malahan Baby Huwae, Norma, Sari Narulita, dan
yang lainnya, pernah diinterogasi. Tapi saya tidak. Justru saya tidak senang
dengan Gerwani waktu itu." Meski begitu rumah Dahlia di bilangan Cikini
jadi korban demonstrasi dan kini dihuni orang lain. Di tahun 1954 Dahlia
dilantik Bung Karno sebagai Ketua
Barisan Bhinneka Tunggal Ika "Jangan keliru dengan perkumpulan pagar
ayu yang dibuat oleh Sabur almarhum, karena barisan saya khusus untuk menerima
tamu-tamu agung," katanya. Bhinneka bertugas pertama kali ketika Kepala
Negara Woroshilov dari Rusia berkunjung ke Indonesia. Anggota barisan antara
lain: Hamid Arief, Dien Jacobus (penyanyi sopran yang kini di luar negeri) dan
Sofia Waldi (sekarang Sofia WD). Banyak ceritanya tentang kehidupan Istana
waktu itu. Antara lain: "Saya kena marah Ibu Fatmawati karena saya pergi
ke Bogor bertemu dengan Hartini. Wah, saya-ini kan cuma kerja saja. Diperintah
ke Bogor yah ke Bogor." Dahlia masih saja dengan sifatnya yang dulu:
kritis, tajam dan bersemangat. Main film pertama kali ketika berusia 14 tahun.
Waktu itu, 1940, sutradara Fred
Young mencari seorang gadis yang rupanya mirip bintang film Rukiah, ibu penyanyi Rachmat Kartolo.
Dari sekian pelamar Dahlia terpilih. Filmnya yang pertama: Pancawarna -- main
sebagai anak Fifi Young. Bersama mBah Surip, Dahlia terjun ke film kedua,
Panggilan Darah. Sutradaranya Suska (almarhum). Filmnya ketiga: Mustika dari
Djenar, dengan sutradara Johnny Chen. Ketika pecah Perang Dunia II Dahlia turut
rombongan sandiwara Bintang Surabaya. Saat itu pula dia sempat belajar akting
pada Nippon Egasai. Tahun 1951 dia main dalam Sangkar Emas. Tahun berikutnya
Sorga Terakhir. Katanya: "Film ini
tidak boleh beredar, karena ada cerita pemuda Bali kalah oleh pemuda
Jawa." Nah tahun 1954 Dahlia bermain dalam Lewat Jam Malam, dengan
sutradara Usmar Ismail. Dalam film itulah Dahlia berhasil meraih sebutan aktris
terbaik pada Festival Film Indonesia 1955. Ketua Festival waktu itu Djamaluddin
Malik. Ketua juri Sitor Situmorang.
Lewat Jam Malam juga memenangkan
penyutradaraan terbaik (Usmar), dialog terbaik (Asrul Sani) dan dekorasi
terbaik (A. Chalid). Pemenang kedua untuk peran wanita: Fifi Young, dari film
Tarmina. Aktor terbaik: Abdul Hadi (Tarmina) dan aktor nomor dua: AN Alcaff
(Lewat Jam Malam). Tamatan Mulo Muhamadiyah Yogya ini dituduh
"berpolitik" ketika ditutupnya Persari. "Soalnya, saya kasih
komentar di koran," ujar Dahlia. "Maunya mereka kalau jadi bintang
film ya kerjanya main saja. Tidak perlu kasih komentar segala. Saya ini-
kepingin seperti Myrlla Loy, aktris Hollywood yang juga jadi stenografer di PBB." Hingga kini
Dahlia tetap menganggur, dan hidup dari anak gadisnya yang bekerja di sebuah
kantor. "Ya, saya mau main. Tapi, kalau tidak ada yang menawari saya mau
apa," katanya. "Kalau saya ini
Lekra saya tentu main dalam film Holokula, buatan suami saya,"
Holokuba (ini singkatan dari 'holopis kuntul baris', masih ingat?) tidak pernah
dipertontonkan. Dibuat oleh Yubaar Ayub dan Basuki Effendi, pemainnya antara
lain Sofia WD.
"Entahlah," katanya
lagi,"film Lewat Jam Malam saja tidak boleh main hingga sekarang. Biarpun
TIM berniat memutar karya-karya Usmar. Mungkin karena ada saya."
Sumber :
Indonesiancinematheque.blogspot.com
Indokliping.wordpress.com
Sumber :
Indonesiancinematheque.blogspot.com
Indokliping.wordpress.com
No comments:
Post a Comment