Thursday 6 October 2011

Ratna Assan, di Film Hollywood dan Majalah Playboy (1973-1974)


Ratna Assan dan Steve McQueen dalam Film Papillon

Bila Soetidjah yang dikenal Dunia dengan nama Dewi Dja adalah orang Indonesia pertama yang menembus Hollywood antara lain menari atau menjadi koreografer untuk film Road to Singapore (1940), Road to Morocco (1942), The Moon and Sixpence (1942), The Picture of Dorian Gray (1945), Three Came Home (1950) dan Road to Bali (1952). 

Maka anak Dewi Dja bernama Ratna Assan juga bermain di filem Hollywood dan menjadi orang Indonesia pertama yang tampil di majalah Playboy sekitar tahun 1974.

Film yang dibintanginya berjudul Papillon (1973), dengan peran bintang utama Steve McQueen. Ratna berperan sebagai gadis Indian (bernama Zoraima) pacar Papillon (Steve Mc Queen). Dan tentunya sebagai gadis Indian adalah tanpa busana dari pinggul ke atas. Mungkin wajah Indonesianya juga yang membuat menarik. Dustin Hoffman juga bermain dalam filem ini.

Tentu saja adegan ini kena gunting sensor ketika Papillon masuk Indonesia.

~ Cuplikan potongan filem Papillon klik.
~ Wawancara dengan Wimar Witoelar klik 

Dewi Dja, Primadona yang Rindu Pulang


Dewi Dja Menari di depan Claudette Cilbert,
menjelang pembuatan filem "Three Came Home" yang diproduksi 20th Century Fox
Sumber foto : Gelombang Hidupku : Dewi Dja dari Darnella  (Ramadha K.H. halaman 170)



21 AGUSTUS 1982
Majalah Tempo
DENGAN matatuanya, dari atas pembaringan di Rumah Sakit Sumber Waras, Tan Tjeng Bok alias Pak Item hampir tak percaya. Berpuluh tahun lewat, tiba-tiba wanita itu sekarang ada di depan matanya, awal bulan ini. "Engkau masih mengenal saya?", tanya wanita tua itu. Dengan suara lemah terbata-bata, tapi penuh gairah, Pak Item menjawab: "Ya, ya. Engkau adalah Erni."

Matanya berkilat-kilat. Keduanya berpelukan, berurai airmata. "Akhirnya engkau datang juga," ujar Tan Tjeng Bok, 83 tahun, aktor tiga zaman itu yang pernah terkenal sebagai Douglas Fairbanks van Java.

Si Erni adalah Miss Dja alias Devi Dja atau Dewi Dja, kini 68 tahun, yang namanya pernah gemerlapan sebagai primadona grup sandiwara The Malay Opera Dardanella di masa sebelum perang. Pak Item adalah bekas salah seorang teman bermainnya di panggung. Dewi Dja pernah menjadi buah-bibir di kalangan para penggemar sandiwara di banyak kota di Nusantara.

Potretnya sempat menghias beberapa penerbitan waktu itu. Ia pemain sandiwara, penyanyi dan penari. Dewi Dja yang juga pernah dikenal sebagai seniwati di beberapa kota di Asia, Eropa dan Amerika itu sejak 1951 menjadi warga negara AS dan menetap di Los Angeles. Ia tiba 5 Agustus lalu di Jakarta atas undangan Panitia Festival Film Indonesia yang pekan lalu berlangsung di Jakarta.

"Bertemu kembali dengan Pak Item, saya ingat kembali masa muda. Sekarang kami sudah sama-sama tua. Heran juga, kenapa bisa tua ya?", ujar Dewi Dja tertawa. Meskipun rambutnya sudah memutih dan kulit keriput, gerak-geriknya masih lincah. Suaranya juga tetap mantap, bahkan tawanya masih keras dan lepas. Giginya juga tetap rapi dan utuh.

Dewi Dja Mendunia dengan Tarian


Dewi Dja dengan tari kreasinya.
Sumber foto dari buku “Gelombang Hidupku, Dewi Dja dari Dardanella.”


Dewi Dja (dengan nama asli Soetidjah) atau “Bintang Dari Timur” telah dikenal lama oleh negara-negara yang telah dikunjunginya sejak tahun 1930-an. Kemampuannya berakting dan menari mempesona banyak orang. Ia mengelilingi dunia dengan nama Devi Dja and her Bali-Java Dancers —with Native Gamelan Orchestra. Performansinya terdiri dari 14 adegan individual tari Jawa dan tari Bali.

Di Amerika ia membuka sekolah tari. Muridnya kini banyak yang memiliki studio ternama di Hollywood.

Dewi Dja adalah orang Indonesia pertama yang menembus Hollywood. Ia menari atau menjadi koreografer untuk film Road to Singapore (1940), Road to Morocco (1942), The Moon and Sixpence (1942), The Picture of Dorian Gray (1945), Three Came Home (1950) dan Road to Bali (1952).

Ia salah satu dari sedikit orang yang diminta sendiri oleh Ramadhan KH untuk dituliskan biografinya: “Gelombang Hidupku, Dewi Dja dari Dardanella”, diterbitkan Sinar Harapan pada 1982.

Standing Ovations: Devi Dja, Woman of Java adalah riwayat hidup yang disusun oleh Leona Mayer Merrin, terbit pada 1989.


Kisah cintanya juga tertulis di buku Lumhee Holot-Tee – The Life and Art of Acee Blue Eagle, memoar suaminya, seorang seniman Amerika berdarah asli Indian.

Putrinya, Ratna Assan —kelahiran 16 Desember 1954, sempat menjadi pemain pendukung Dustin Hoffman dan Steve McQueen dalam film Papillon (1973).

Di masa awal kemerdekaan Indonesia, Devi Dja sempat bertemu Sutan Syahrir yang tengah memimpin delegasi RI untuk memperjuangkan pengakuan Internasional terhadap kemerdekaan Indonesia di markas PBB, di New York pada tahun 1947. Oleh Sutan Syahrir, dia sempat diperkenalkan sebagai duta kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Amerika. Namanya pun makin dikenal di Amerika, oleh sebab

Akibat kencing salah tempat



Pembrita Betawi, Kemis 9 Februari 1888

Pada hari Senen adalah orang dari seblah Wetan (= timur) dateng kemari, maksoednja aken melihat atawa menjenang hatinja di dalem ini kota, jang amat besar, maka sehabisnja dia berdjalan-djalan laloe brenti sebentar di moeka kantor Palis (maksudnya Paleis = istana, Istana Daendels, sekarang Gedung Departemen Keuangan RI yang di Lapangan Banteng itu), aken melepas aer, maka dia djongkoklah sambil berbalik blakang madep ka koelen ( = barat) dengen tiada menole lagi maka ia terboeroe-boeroe.

Satelah selese pakerdjaannja itoe, laloe disamboet dengen boenjinja lontjeng di kantor Palis, jang ditarik oleh soldadoe djaga, maka ia sanget terkedjoet dan menengok keblakang dimana kliatan gambarnja Jan Pieterzoon Coen jang lagi menoendjoek kebawa dengen memegang pedang, maka orang itoe lantas berkata

"Ja Goesti saja minta maaf dan minta ampoen sebab saja engga liat pada Goesti maka saja trimalah salah, jang saja baliken blakang" kerna pada sangkanja, brangkali gambar itoe masi hidoep.

Begitoelah orang sanget bodoh, dan blon pernah dateng kemari, apalagi melihat barang jang heran.

Asal mula nama Kutang



Pada awal abad ke-19, menutup dada belum jadi kelaziman di Indonesia. Kebiasaan mengenakan kutang diperkenalkan Belanda. Dalam novelnya, Pangeran Diponegoro, Remy Sylado menjelaskan asal-muasal istilah kutang.

Saat itu, dalam proyek pembangunan jalan raya pos Anyer-Panarukan, Belanda mempekerjakan budak perempuan dan laki-laki. Don Lopez, seorang pejabat Belanda, melihat budak perempuan bertelanjang dada. Dia kemudian memotong secarik kain putih dan memberikannya kepada salah seorang di antara mereka sembari berkata dalam bahasa Prancis: “tutup bagian yang berharga (coutant) itu.” Berkali-kali dia mengatakan “coutant.. coutant” yang kemudian terdengar sebagai kutang oleh para pekerja.

Menanam Senjata




Seorang Aceh dari kabupaten Pidie, menulis surat ke anaknya yang ada dipenjara Nusa Kambangan karena dituduh terlibat GAM (Gerakan Aceh Merdeka).

Bunyinya: “Hasan, bapakmu ini sudah tua, sekarang sedang musim tanam jagung, dan kamu ditahan di penjara pula, siapa yg mau bantu bapak mencangkul kebun jagung ini?”

Anaknya membalas surat itu beberapa minggu kemudian. “Demi Tuhan, jangan cangkul itu kebun, saya tanam senjata di sana,” kata si anak dalam surat itu.

Rupanya surat itu disensor pihak rumah tahanan, maka keesokan harinya setelah si bapak terima surat, dtg satu peleton tentara dari kota Medan. Tanpa banyak bicara mereka segera ke kebun jagung dan sibuk seharian mencangkul tanah di kebun tsb.

Setelah mereka pergi, kembali si bapak tulis surat ke anaknya. “Hasan, setelah bapak terima suratmu, datang satu peleton tentara mencari senjata di kebun jagung kita, namun tanpa hasil. Apa yang harus bapak lakukan sekarang?”

Si anak kembali membalas surat tersebut, “Sekarang bapak mulai tanam jagung aja, kan udah dicangkul sama tentara, dan jgn lupa ngucapin terima kasih sama mereka.”

Pihak rumah tahanan yang menyensor surat ini langsung pingsan.

(sumber : Kitikkitik.com).

Kris Bier



Pabrik pembuatan Kris Bier berada di Amanusgracht (kini Jalan Bandengan Selatan, Jakarta), pada 1932 bernama Archipel Brouwerij. Setahun kemudian dengan produksi 2,5 juta liter setahun, mulai diperkenalkan Anker, Diamant, Kris, dan Munchener Donker.

Ketika Perang Dunia II, pemerintah Hindia Belanda mengoper perusahaan itu, dan mengubah namanya menjadi NV De Oranje Brouwerij. Sesudah mengalami berbagai pergolakan, perusahaan itu akhirnya diambil-alih Pemda Jakarta dan berganti nama: PD Budjana Jaya - Pabrik Bir Jakarta. Kemudian perusahaan ini patungan dengan NV Bier Brouwerij De Drie Hoefijzers (Breda, Belanda).

Mentjelengken Wang


Dengan Mentjelengken Wang Kau terloepoet Dari Kesoesahan



Bill Gates saat bertemu Tuhan




Diduga Bill Gates itu seorang Alien. Tehnologi Komputer sepantasnya hadir 100 tahun lagi, namun entah mengapa ia terdampar di jaman ini ini.

Namun, setelah sekian lama Bill Gates "mencerdasakan dunia," ia meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Ia mendapatkan dirinya berada di sebuah tempat api penyucian (dosa).

Tuhan berada di sana dan berkata, "Baiklah, Bill, Saya benar-benar bingung dengan panggilan ini. Saya tidak begitu yakin, apakah saya harus mengirimkan kamu ke neraka atau ke surga. Karena saya lihat, kamu sudah membantu masyarakat dengan meletakkan komputer di setiap rumah hampir di seluruh dunia dan software yang sangat menakjubkan itu. Akan saya perbuat sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Khusus untuk kasus ini, saya akan memberikan kebebasan kepadamu untuk memutuskan dimana kamu ingin tinggal."

Bill menjawab, "Baik, terima kasih Tuhan. Tapi apa bedanya antara surga dan neraka itu?

Tuhan berkata, "Saya mengijinkan kamu untuk mengunjungi keduanya dahulu supaya kamu lebih mudah mengambil keputusan".

"Oke. Kalau begitu, saya coba melihat neraka dulu." Kemudian Bill pergi ke neraka. Ternyata ia melihat bahwa neraka merupakan tempat yang sangat indah, bersih dengan pantai pasir putihnya disertai air yang bening. Dan terdapat ribuan wanita cantik yang berlarian, berenang, bermain air, tertawa riang gembira. Matahari pun bersinar cerah dengan suasana yang sejuk dan nyaman, sempurna sekali.

Bill tampak sangat senang. "Wow, luar biasa!!! Indah sekali di sana!!", katanya kepada Tuhan, "Kalau neraka saja seperti itu, saya ingin sekali melihat surga!"

"Baik," kata Tuhan. Segera mereka pergi ke surga untuk melihat suasana di sana. Bill melihat surga yang berada di tempat tinggi dengan diliputi awan2x. Berlaksa-laksa malaikat sedang bermain harpa dan bernyanyi.

Dia merasa damai melihat suasana di surga tapi dia tidak tampak bergairah seperti ketika melihat neraka.

Bill berfikir sejenak, dan akhirnya mengambil keputusan. "Hmm, saya pikir... saya akan betah tinggal di neraka, Tuhan." Dia berkata kepada Tuhan. "Baiklah, kalau begitu," jawab Tuhan, "sesuai dengan keinginanmu."

Kemudian Bill Gates pergi dan tinggal di neraka. Dua minggu kemudian, Tuhan ingin melihat keadaan sang Jutawan, Bill Gates, ini untuk memastikan keadaannya baik2x saja dan apa yang sedang dilakukan. Ketika Tuhan sampai di neraka, Ia menemukan Bill sedang berada di lorong yang gelap dan berteriak di tengah2x api yang menyala-nyala. Ia merasa terbakar dan tersiksa.

"Bagaimana keadaanmu, Bill?", Tuhan bertanya. Bill menjawab dengan suara yang berat, penuh penderitaan dan tak berpengharapan.

"Sangat mengerikan, Tuhan. Ini tidak sama seperti apa yang saya lihat kemarin. Dimana pantai berpasir putih, wanita2x cantik yang dulu ada di sini itu?? Apa yang terjadi Tuhan??"

Tuhan berkata, "Oh Itu kan hanya screen saver milik setan, Bill!"

Ketika Leopold Singgah di Jawa


Kedatangannya ke Jawa tahun 1923 memberinya kesan mendalam. Komposer Rusia sekaligus pianis legendaris (dan juga penemu Kodachrome untuk dunia Fotografi), Leopold Godowsky, berkata :

“Masuk ke Tanah Jawa membuat kita seolah-olah berada di dunia lain, atau sekelibat melihat dunia yang immortal. Musiknya sangat mengagumkan. Sulit menjelaskan kekaguman ini, sama sulitnya seperti berusaha menjelaskan warna pada seorang tunanetra.”

Dengan mengusung aransemen alat musik piano, beliau menciptakan beberapa deretan (suite) instrumen lagu untuk mendeskripsikan kenangannya selama singgah di pulau Jawa itu. Dan di tahun 1924 karya-karyanya mulai diperkenalkan yang diberi nama: "Java Suite: Phonoramas, Tonal Journeys for piano".

Hingga saat ini, karya beliau itu masih diakui di kalangan musisi klasik Barat. Silahkan mendengarkan pada beberapa list streaming berikut ini :




Java Suite :

1. Java Suite I - Gamelan
2. Java Suite - II. Wayang-Purwa
3. Java Suite - III. Hari Besaar
4. Java Suite - IV. Chattering Monkeys
5. Java Suite - V. Boro Bodur in Moonlight 
6. Java Suite - VI. The Bromo Volcano 
7. Java Suite - VII. Three Dances 
8. Java Suite - VIII. The Gardens of Buitenzorg 
9. Java Suite - IX. In the Streets of Old Batavia
10. Java Suite - X. In the Kraton
11. Java Suite - XI. The Ruined Water Castle at Djokja
12. Java Suite - XII. A Court Pageant in Solo 

Info album klik.

Sumber : Rând Zên.

Malaria, sebuah nama yang keliru




Sesuatu yang keliru yang akhirnya kita sepakati untuk tetap dipakai, baik orang awam maupun ilmuwan.

Nama penyakit malaria berasal dari bahasa Latin yang bermakna : udara buruk. Penyakit fatal ini terlanjur diberi nama demikian karena semula diduga penyebabnya adalah lingkungan udara yang buruk/kotor. Lalu Perancis dan Spanyol, malaria dikenal dengan nama “paladisme atau paludismo“, yang berarti daerah rawa atau payau karena penyakit ini banyak ditemukan di daerah pinggiran pantai.

Sejarah perkembangan malaria hampir sama tuanya dengan sejarah kehadiran manusia di muka bumi. Para ahli memperkirakan bahwa malaria kemungkinan berawal dari Afrika sekitar 12.000 – 17.000 tahun yang lalu. Dari benua ini, malaria kemudian menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis, sejalan dengan sejarah dimulai penjelajahan umat manusia menemukan dan menaklukkan daerah-daerah baru, perdagangan serta sejarah penjualan budak-budak Afrika pada zaman dulu ke Amerika dan daerah-daerah lainnya. Malaria juga sudah dikenal oleh para dokter pada zaman China kuno sekitar tahun 2700 sebelum masehi.

Pertanyaan sekitar penyebab penyakit malaria akhirnya dijawab oleh Ronald Ross, seorang dokter militer Inggris yang bertugas di India pada tahun 1897. Ross berhasil membuktikan bahwa ternyata malaria tidak disebabkan oleh udara kotor tetapi akibat gigitan nyamuk anopheles. Secara teoritis, cukup hanya dengan satu kali gigitan nyamuk anophles seseorang sudah bisa terjangkit malaria, jika nyamuk ini mengadung parasite malaria. Berkat penemuannya, Ross akhirnya memenangkan hadiah Nobel.

Namun nama keliru itu sudah terlanjur memasyarakat di dunia. Karena yang diingat orang adalah akibatnya yang begitu menakutkan. Ia telah menggetarkan dengkul Napoleon bersama pasukannya. Bahkan dalam Perang Dunia I, prajurit Inggris yang mati karena digigit “nyamuk” malaria lebih banyak dari yang mati karena tertembak peluruh musuh.

Tidak hanya sampai di situ, Sandosham (1965), salah satu malarioligist ternama juga menggambarkan bahwa nyamuk dan malaria juga telah mengalahkan banyak raja besar Romawi pada zaman Alexander the Great. Tidak hanya prajurit dan raja, nyamuk dan malaria juga ikut membunuh para Paus, pemimpin agama dan negara lainnnya serta tentunya jutaan umat manusia di seluruh muka bumi.

Pengobatannya kini tak keliru, namun kekeliruan kita mengelola lingkungan membuat nama itu tetap menghantui, karena ketidak mampuan memberikan lingkungan yang bersih.

Sungguh yang terjadi, nama keliru untuk sebuah kekeliruan kita mengelola lingkungan.

Tuhan itu Baik kepada Semua Orang



"Tuhan itu Baik kepada Semua Orang."
Ucapan yang menyejukan hati di sebuah iklan di dekat pintu selamat datang.
~Sendang Sono, Yogya, 2011