Thursday 30 June 2011

Mantra Dodolitdodolitdodolibret-nya Seno Gumira Ajidarma Bukan Plagiat

image Dodolitdodolitdodolibret oleh putu edy asmara putra
Orang meributkan Dodolitdodolitdodolibret -nya Seno Gumira Ajidarma adalah hasil memplagiat cerpen Leo Tolstoy yang berjudul Tiga Pertapa.  Sebaiknya jangan secepat itu menuduhnya, karena justru baik Tolstoy maupun SGA menuliskan cerpennya terinspirasi pada kisah Yesus yang mengajarkan doa Bapa Kami dan melarang untuk bertele-tele dalam berdoa (Injil Matius 6: 7 – 8. : Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.)

Selanjutnya Tolstoy dan SGA serta lainnya, juga terinspirasi dari kisah Yesus berjalan di atas air, dan bagaimana Petrus yang mencoba mendekatiNya hampir tenggelam (Matius 14 :30-31 : Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?")

SGA dan Tolstoy menceritakan ulang kisah ini dalam konteks kekinian, dan hal ini adalah hal baik dalam pencerahan pada jamannya. Namun ada perbedaan bangunan cerita, lihat saja :
1.      Tolstoy berkisah diawal tentang Uskup dan para peziarah yang berlayar. Uskup menuju Biara sementara para peziarah menuju tempat suci.  Bedakan dengan SGA yang  memulainya dari daratan saja dan berfokus pada Guru Kiplik.
2.      Tolstoy sejak awal tak ada menyebut-nyebut tentang bagaimana doa yang benar dan tak ada menyampaikan misi sang Uskup untuk menyebarkan doa yang benar itu. Tolstoy hingga beberapa halaman hanya bercerita tentang kejadian selama mereka di kapal, hanya di halaman kedelapan baru ada ungkapan tentang doa yang benar. Sementara SGA dari awal memperjelas tentang apa itu doa yang benar. Karena doa yang kata-katanya salah tak akan sampai.

Sunday 26 June 2011

BUNG KARNO tentang "KEMUNAFIKAN"


Penyakit paling busuk dari semua perjuangan ialah Kemunafikan! Kemunafikan adalah sumber dari segala kelemahan. Sumber perpecahan. Sumber reformisme. Sumber kompromis. Sumber revisionisme. Sumber rontoknya romantik, dinamik, dan dialektik. Sumber pengkhianatan. Sumber segala kerling-kerlingan main-mata dengan musuh. (Tavip 1964)

Rakyat Marhaen

RAKYAT MARHAEN. Bung Karno bersama Fatmawati Soekarno tengah mengunjungi rakyat, marhaen, di sebuah desa. “Kita tidak menghendaki satu masyarakat Indonesia yang beberapa orang Indonesia hidup mewah, tetapi sebagian orang terbesar daripada rakyat hidup papa-sengsara sebagai orang yang tertindas, sebagai orang yang menjadi korban daripada exploitation de l’homme par l’homme (eksploitasi manusia atas manusia). Kita tidak menghendaki hal itu, oleh karena itu maka kita hendak merobah sama sekali konstelasi yang sejati, masyarakat adil dan makmur yang sejati.”

Bung Karno Melihat Indonesia


"..Kalau kita tidak bisa menyelenggarakan sandang-pangan di tanah air kita yang kaya ini, maka sebenarnya kita yang tolol, kita yang maha tolol" (Bung Karno Pidato Konferensi Kolombo Plan di Yogyakarta, 1953.

Dalam sebuah puisinya, Bung Karno menuliskan, "Wahai engkau rakyatku, saudara sebangsaku, putra-putri dan sahabatku. Aku ingin mengajakmu mendengarkan lautan membanting di pantai bergelora. Aku ingin mengajakmu melihat awan putih berarak di angkasa. Aku ingin mengajakmu mendengarkan burung perkutut di pepuhunan. Aku ingin mengajakmu mengetahui lebih dalam bagaimana aku melihat Indonesia."

Wednesday 22 June 2011

Gereja dan Pabrik Cerita

oleh Ayu Utami

Alkisah, bahtera Gereja berlayar karena cerita. Imannya berpusaran pada kisah seorang manusia yang mati di kayu salib dekat Yerusalem dengan istimewa (ribuan, mungkin sejuta, orang mati disalib, tapi hanya dia yang menjadi cerita). Dua ribu tahun kemudian, melalui lautan panjang seram, kisah itu telah berbiak di tanah Jawa dan kepulauan lain yang kini menjadi Indonesia.

Puisi-puisi Joko Pinurbo tentang Yesus

Marcus Cornish, "Jesus in Jeans," 2009


Kredo Celana

Yesus yang seksi dan baik hati,
kutemukan celana jeans-mu yang koyak
disebuah pasar loak.
Dengan uang yang tersisa dalam dompetku
kusambar ia jadi milikku.

Puisi-puisi Joko Pinurbo

PuisiPuisi Joko Pinurbo

Wednesday 15 June 2011

Yabu no Naka, Di Dalam Belukar (Ryunosuke Akutagawa)

PEMBENARAN DI DALAM BELUKAR


Sampai di mana tingkat subjektivitas manusia dalam menyampaikan kebenaran lewat pembenarannya?

Terlepas dari skizofrenia yang diderita serta gaya cerita yang berbeda setiap kali menulis, Ryunosuke Akutagawa mempertanyakan kemampuan atau keinginan manusia untuk menanggapi dan menyampaikan kenyataan yang objektif tersebut lewat cerita pendek karyanya, Yabu no Naka, Di Dalam Belukar.



Cerita pendek Akutagawa ini berisi tujuh kesaksian yang berbeda mengenai kasus pembunuhan seorang samurai, Kanazawa no Takehiro, yang jasadnya ditemukan di hutan bambu pinggiran kota Kyoto. Tiap kesaksian mengklarifikasi namun juga mengaburkan apa yang diketahui pembaca tentang peristiwa pembunuhan tersebut, hingga pada akhirnya menciptakan sebuah gambaran yang rumit dan penuh kontradiksi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Ryƫnosuke Akutagawa



RyĆ«nosuke Akutagawa, lahir di Tokyo, 1 Maret 1892 – meninggal di Tokyo, 24 Juli 1927 pada umur 35 tahun) adalah sastrawan Jepang yang dikenal sebagai penulis novel pendek dan cerpen. Pada tahun 1935, Kan Kikuchi mengabadikan namanya untuk hadiah sastra Penghargaan Akutagawa.

Sebagian besar karyanya berupa cerpen, seperti Imogayu, Yabu no Naka (Dalam Belukar ), Jigokuhen, dan Haguruma. Cerpen-cerpen tersebut diangkat dari kisah-kisah yang terdapat dalam naskah kuno seperti Konjaku Monogatarishƫ dan Uji Shƫi Monogatari. Selain itu, Akutagawa juga menulis cerita untuk anak-anak, misalnya: Kumo no Ito (Jaring Laba-laba) dan Toshishun.

Rashomon ; Kumpulan Cerita Akutagawa Ryunosuke



Judul : Rashomon ; Kumpulan Cerita Akutagawa Ryunosuke
Pengarang    : Akutagawa Ryunosuke
Penerjemah  : Bambang Wibawarta
Penerbit         : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun            : 2008
Genre             : Kumpulan Cerpen Terjemahan
Tebal  : 167 Halaman
ISBN   : 979-91-0093-3

Dalam hati manusia ada dua perasaan yang saling bertentangan. Tentu saja tidak ada seorang pun yang tidak bersimpati terhadap nasib malang orang lain. Tapi jika ada orang yang ingin berusaha mengatasi nasib buruknya, maka akan ada orang yang tidak suka (hal.162)

Frase diatas dapat ditemukan dalam cerpen berjudul “Hidung” yang ditempatkan sebagai cerita penutup. Kumpulan Cerpen berisi 7 cerita pendek dan beberapa diantaranya adalah karya termasyhur dari penulisnya. Sebut saja Rashomon, Kappa, Di Dalam Belukar, Benang Laba-laba, dan Hidung. Beruntung, semuanya ada dalam satu kumpulan buku ini sehingga kita diajak untuk lebih memahami cerita pendek macam apakah yang jadi karya terbaik dari penulis cerpen terbaik Jepang ini.

Monday 6 June 2011

I La Galigo, Pujaan Dunia yang Kembali ke Makassar


I La Galigo telah melanglang buana di belahan dunia sejak tahun 2004. Oleh seorang sutradara teater kontemporer berkewarga negaraan Amerika bernama Robert Wilson lakon ini dipentaskan di berbagai panggung teater kelas dunia dalam rentang tujuh tahun, mulai dari Singapura, Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, Ravenna, New York, Jakarta, Melbourne, Milan, hingga Taipe.

Robert Wilson hanya mengambil secuplik sureq (serat) I La Galigo yang dianggap sebagai naskah sastra terpanjang di dunia. Kitab berbahasa Bugis klasik ini memiliki panjang lebih dari 300 ribu baris, dua kali lebih panjang dibanding Mahabharata dan Ramayana. Peneliti dari Belanda, Roger Tol, mengatakan, I La Galigo juga memiliki gaya bahasa yang indah.

Thursday 2 June 2011

Resensi Buku: 24, Memfiksikan Ingatan



13069483651187334803
24

Ingatan kadang kian menua, bersama waktu yang berjalan. Ingatan bagai sebuah lentera kecil yang berpendar, yang berjalan mundur melewati lorong waktu. Hingga ada yang berkata, ingatan yang kita miliki bukanlah pengetahuan, melainkan justru sebuah fiksi (Josip Novakovich, 1995). Dan Socrates mengelus dada dengan berucap, bahwa satu-satunya hal yang dia yakin dia ketahui adalah bahwa dia tak mengetahui apa-apa. Maka untuk mengingatnya dan semoga berujung pada pengetahuan, kita perlu mereka-reka. Seperti mencari kunci yang hilang, hingga kita pun mereka-reka dengan mengingat kembali, mengisahkan apa yang kita lakukan dengan ingatan yang berjalan mundur.

Pancasila di hati seorang PKI

Soemarsono
 Pancasila di hati seorang PKI ini lebih bergelora dan ruhnya menyala-nyala :

"Lima Sila ini kalau disatukan menjadi kepal akan menjadi tinju untuk meninju imperialis, lawan-lawan bejat, lawan-lawan kemerdekaan, penjajah yang menjajah Indonesia. Ini kepal rakyat Indonesia yang bersatu!"

(Cuplikan pidato Soemarsono, pimpinan Pemuda Republik Indonesia dan kader Partai Komunis Indonesia (PKI) ilegal pada tanggal 21 September 1945 di tengah RAPAT SAMUDERA yang dihadiri 150 ribu massa Marhaen di Stadion Tambaksari. Dikutip dari Buku Revolusi Agustus, Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah, penerbit Hasta Mitra, 2008, hal. 37)

Soeharto memandulkan ruh Pancasila dengan menyatakan PKI dan organisasi yang menentang kebijaksanaannya selama Orde Baru berkuasa sebagai penentang Pancasila. Padahal :