Thursday 16 December 2010

Si Kaki Lima


Pedagang Kaki Lima di Kediri (sumber : http://kediriku.wordpress.com/2008/08/01/hak-pejalan-kaki/)
Banyak orang salah mengerti  tentang arti dari kalimat Kaki Lima atau kita kenal juga sebuah sebutan lain yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL) bagi mereka yang mencari nafkah ditepi jalan atau di trotoar. Nasib sang Pedagang Kaki Lima dan asal-usul dari nama itu tak jauh berbeda, sama-sama kabur. Padahal setiap hari kita melintasi dan mendapati mereka, seperti juga dengan keberadaan mereka yang diakui dengan adanya restribusi entah itu kebersihan, kemananan dan lain sebagainya. Ini pertanda mereka ada dan diakui, namun di saat tertentu mereka diusir dan dikejar-kejar, berusaha dienyahkan dari modrenitas kota yang bersolek angkuh.

Pedagang Kaki Lima kini dipakai untuk menyebut mereka yang berdagang dengan menggunakan gerobak. Tafsir penamaan kaki lima bagi pedagang itu adalah karena adanya kesan 2 roda ditambah 1 penopang gerobak ditambah 2 kaki pedagang. Sehingga ada 5 “kaki” terlihat. Tafsir ini tak saja melekat di otak kita, tapi juga telah ditelan bulat-bulat oleh media asing.

Misalnya apa yang dikatakan oleh R. William Liddle tentang sebuah artikel di Sydney Morning Herald (ditulis oleh seorang wartawan bernama Matthew Moore) yang mengangkat kisah pedagang kaki lima di Indonesia. Pada artikel itu tertuliskan:
‘Kaki limas’ or five legs is the name given to the hundreds of thousands of mobile food stalls that line the streets and are so named because, from a distance, they seem to have five legs if you count those of the operators sx (‘Kaki lima’ atau lima kaki adalah nama yang diberikan kepada ratusan ribu warung makanan beroda yang berada di tepi jalan dan diberi nama tersebut sebab, dari jauh, kereta itu memberi kesan berkaki lima kalau kaki penjaja ikut dihitung).
R. William Liddle menemukan tak hanya itu saja artikel yang salah mendefenisi arti pedagang kaki lima. Banyak juga artikel dalam bahasa Inggris yang mengulangi kesalahan tersebut. Malah menurut R. William Liddle, belum ada orang Indonesia yang menjelaskan bahwa sebutan sebenarnya adalah pedagang kaki lima, bukan kaki lima saja. Dan banyak yang perlu disadarkan bahwa kaki lima adalah nama lain buat trotoar atau sidewalk.

Sebenarnya istilah Kaki Lima berasal dari masa penjajahan Belanda. Peraturan saat itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun harus menyediakan sarana bagi pejalan kaki atau yang kita kenal sebagai pedesiran (trotoar). Lebar pedesiaran itu adalah 5 feet atau lima kaki atau berkisar satu setengah meter. Tak hanya di Indonesia, Raffles yang juga pernah berkuasa di Indonesia menerapkan peraturan yang sama bagi Singapura. Sir Stamford Raffles dalam 'Town Plan of 1822' juga merancang ruang five foot ways itu. Dan hal ini juga terjadi di Malaysia yang dijajah juga oleh Inggris.
Five Foot Way di Singapura (sumber http://www.pbase.com/timpassey/image/73654118)

View of the 5-foot way in front of Garibaldi. 5-foot ways used to be a very important aspect of Singapore in the early days. (sumber gambar : http://365days2play.wordpress.com/category/1-9-others/yy-kafei-dian-others/)
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, terbitan Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, Kaki Lima diartikan atau mempunyai pengertian sebagai berikut antara lain : 1 ark lantai diberi beratap sbg penghubung rumah dng rumah; 2 serambi muka (emper) toko di pinggir jalan (biasa dipakai tempat berjualan); 3 (lantai di) tepi jalan;.

Bila menilik dari pengertian kamus ini, maka Kaki Lima yang sebenarnya adalah sama dengan five foot ways di Singapura. Mempunyai fungsi untuk melindungi pejalan kaki (juga menghindarkan pejalan kaki dari panas/hujan). Kalaupun pada akhirnya menjadi tempat berdagang sehingga mengganggu pejalan kaki, ini dikarenakan mereka juga ingin mendapatkan remahan rejeki dari para warga yang berbelanja ke toko-toko tersebut. 
Five foot way is the typical architecture style that is unique and native in South East Asia shophouses. The covered walk way is within shophouse property but is for public use, providing shade from sun and rain. This design is by law requirement for shophouses since British Malaya era. Thus the footway infront of shophouses must be at least five feet in the clear.This photo was taken in Malacca. (http://shutterpace.com/2009/five-foot-way#more-112)
DEMI Piala Adipura 2010, Pemkot Jakarta Timur melakukan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di sejumlah titik. (sumber http://www.surya.co.id/2010/03/23/demi-adipura-pkl-dikorbankan.html)
Hanya mereka yang memiliki modal besar sajalah yang mampu berjualan di toko-toko tersebut, sehingga dengan segala usaha mereka (PKL) pun ingin bertahan hidup, walau pada akhirnya mereka selalu waspada dari incaran petugas penertiban ataupun satpol PP. Dan kalaupun esok lusa, nasib para PKL tak juga jelas keberadaannya (dengan ‘kewajiban’ yang telah mereka laksanakan), maka sebutan Pedagang Kaki Lima dapat diartikan dengan sepasang kaki pedagang diburu oleh sepasang kaki petugas yang dibekali oleh negara dengan sebuah pentungan yang dibeli dengan uang rakyat.
Edi Sembiring


Sumber bacaan :
R. William Liddle adalah seorang Indonesianis, guru besar di Jurusan Ilmu Politik Universitas Negara Bagian Ohio (OSU), Colombus, Ohio, Amerika Serikat.

No comments: