Wednesday 26 May 2010

Benih di Meja diantara Banjir

masih di meja dengan dua gelas air putih di antara laluan air, kita masih saling menatap, hiraukan paniknya manusia lain dengan buntelan buntelan selamatkan diri, “tak ada yang perlu diselamatkan.”

tikus tikus air kepanikan berenang beriring cemoohkan manusia yang ikut ikutan hidup di air. kotoran kotoran isi perut berenang santai dengan segala gaya mengkudeta udara dengan bauannya. orok orok putih timbul dari celah celah ketakutan cari kehangatan rahimnya utusan istana selokan. kau menatap, memilih senyum bibir bibir putih.

“adakah yang kau suka?” tanyamu.

jangan ini, tunggu saja iringan calon calon pejabat. ini hanya iring iringan yang tak bedanya dengan kita, penikmat waktu kosong. benih dari derak derik ranjang malam lokalisasi atau kamar kost dengus muda.

“atau yang ini saja,” tunjukmu pada iring iringan sperma sperma putih yang berkejaran.

lautan sperma berlari larian dari segala lubang kamar mandi, bilik penikmat bayangan. keheningan terbakar oleh teriakan teriakan mereka. menatapmu yang penuh harap membuatku mual. bau ruangan makin menajiskan pemandangan. aku terhenyak rasakan lautan mahluk memasuki zakarku. terasa kantung tak lagi kosong.

“mereka hanya sampah kemunafikan. ku beri kau benih di meja ini.” hiraukan air yang terus angkat permukaan.

Tuhan Bisa Cemburu

Bumi berputar, angin kosong melompong. Suatu titik putih menarikku melalui lorong panjang trans ke nisbian. Seperti sebuah sel sperma yang melahirkan jutaan sel-sel tubuh. Dan tubuh polos lahir di alam yang baru. Tapi aku bukan sebagai bayi. Menjadi mahluk yang bersinar di keindahan alam yang menyejukan mata kalbuku.

"Selamat datang anakku, di firdaus." Suara yang bergetar itu memancing penglihatanku ke arahnya berdiri. Di sampingku.

"Mari menuju surga dan neraka."

Dia mengajak ku. Tidak berjalan juga tidak terbang. Hanya seakan cahaya tubuhku, garis-garis tubuhku tertarik ke arah alam pikirannya. Di depan surga. Bukan kolam susu ataupun lautan padang hijau. Kumpulan ruh-ruh yang bersinaran. Dan mereka menyapaku.

"Sahnti"
"Sadhu"
"Sancai"
"Shalom"
"Shalama"
"Salam"
"damai"
...........

"Bukankah mereka berkata-kata dalam agama berbeda?"

"Bukankah semua agama mengajarkan perdamaian? Lahir dari zaman berbeda, kebudayaan berbeda dan ekspresi berbeda pula. Tetapi bermuara pada pesan yang sama. Damai."

"Tetapi yang terjadi justru kebutaan makna. Perbedaan kata menuju kebencian dari pemanipulasian arti. "

"Bukankah Yesus Kristus mengajarkan (Matius 6:10 dalam bahasa Aramaic): Te-ethe malkuthokh (Datanglah kerajaan Mu) Nehwe seb-yonokh (Jadilah kehendak Mu) Aikano d-bashmayo of-bar'o (seperti di surga begitu pula di bumi). Al Quran juga mengajarkan agar salam dapat tercipta di bumi, disampaikan pada sesama mukmin dan non muslim (QS Al-Nur 24 : 27-29; Mryam 19: 47 ; 28:55). Memanipulasi salam akan merubah suasana damai di Jannat 'Aden (bahasa Arab) menjadi Jnana (sanskrit : pengetahuan ) Edan (bahasa Jawa). "

"Apakah Tuhan itu satu?"

"Bukankah Qul Huwa Allahu Ahad (Arab), Aham Eka Brahman (Sanskrit), Yahweh Eloheinu Ekhad (hebrew) menyatakan Tuhan itu satu? Bahasa dimana sebagai ekspresi Tuhan menyatakan Wahyu-Nya. Musa pernah bertanya pada Tuhan (Exodus 6 :1) Mah shmo (Apa nama Mu?) bukan bertanya Mishmo (siapa nama Mu?).Pertanyaan Mah menunjukkan hakikat (makna) dari nama, bukan sekedar menunjukkan nama tetapi mengacu pada kuasa di balik yang di-Nama-kan."

Selanjutnya ziarahku menuju ruang yang kelam. Pendaran merah meliputi ruangan. Apa yang dikatakan neraka itu diliputi api, tergambar pada jilatan-jilatan merah ditimbunan ruh-ruh yang terpasung. Dan ku dengar segala teriakan :

"damai"
"peace"
"demokrasi"
"pembebasan"
"dialektika"
"hentikan kekerasan"
.......................

"Mereka juga meneriakan kerinduan akan damai."

"Tetapi mereka tak mematuhi Tuhannya."

"Bukankah mereka mengajarkan dan berbuat perdamaian, humanis. Dalam bahasa dan jaman berbeda. Mereka mengelukan Hegel, Karl Marx, Lenin, Aristoteles, Mao Zedong......Mereka menyatakan damai dalam segala musik. Mencari perenungan pada ahli-ahli filsuf. Mencegah penindasan dalam segala pemberontakan. Bersyair menggali damai yang terkubur di kedalam bumi. Memperjuangkan satunya bangsa dalam internationalite. Dan lahirnya para militan-militan yang martir."

"Tak ada yang salah dengan kebaikan. Tetapi agama mereka adalah keringat. Dan kau pun tahu bahwa Tuhan juga bisa cemburu."

Dan akupun tercampak di lorong yang panjang. Lahir di sebuah fajar di bulan Juni 1901 di Blitar.

#tempat kami mungkin bukan di surga atau neraka tapi di hati mereka yang menuju surga atau neraka#

Catatan : beberapa kalimat aku lahap dari sebuah media Kompas di tahun 2002, setelah kongres tokoh agama dunia tentang damai.

15juli2002

sumber foto klik