Wednesday 21 May 2003

ingin

ingin kutelan bibirmu, bibirmu tersenyum
ingin kulumat senyummu, matamu melotot
ingin kuludahi matamu, dadamu berguncang
ingin kujilati dadamu, tanganmu menghempang
ingin kucengkram tanganmu, pinggulmu berontak
ingin kudekap pinggulmu, kelaminmu marak
terbakarlah kitab-kitab tua
dan padanya malaikat menghambur keluar
gema terompet menjajah diri
memasung ingin menjadi hamba
dan kakimu kelak bemahkota

19mei2003

Friday 2 May 2003

Dan Tuhanpun Menangis

Kabarnya ada tangis yang berlari-lari, berlomba-lomba mengejar pantai
dan angin tertunduk lesu, bisikkan derita pada camar yang lupa akan sarang.
Saat nyiur meronta-ronta, jejak-jejak kian tersapu,
menelan cerita yang tak pernah lapang

Kabarnya ada tangis yang menari-nari, di antara bulir-bulir padi kosong
Perih kian bunting bersama waktu menguning
Saat hari meratapi diri, angin teduh menyapa, menjilati tetes-tetes keringat
terlukislah peta harta karun pada tengkuk terbakar

Kabarnya ada tangis yang menderu-deru,
pecah terluka meluncur di lereng-lereng curam
Sementara awan-awan memberi jubahnya, petir tak kalah histeris

Ohh….. tangisku bukan lagi sendiri menggapai-gapai langit
Di ketinggian hati, aku mendengar ratapMu,
saat menatap dinding hati terlukis sejuta luka
Di sini dalam kapal tua Nuh,
aku menggiring berjuta pasang resah dan turunannya
menunggu masa saat karamkan di lautan tangisMu

Ya Abba

Katanya, dentang malam itu hanya satu
sepi doa yang membauinya
: “Ya Abba, jangan biarkan aku mati dalam mimpi.”
Dan berangkatlah imaji liar berkenderaan hitam
lalui lorong sejuta titik-titik entah berdimensi apa

Kabarnya, dentang malam itu tak lagi satu
saat ada aku, dia dan dia.
Layarnya tak mengucap kata, larut dalam garis-garis yang saling menenun diri.
Kala aku, dia dan dia berlakon pudar, rindu memberi bingkai.
Nyanyian sunyi melepaskan tawanannya,
senyum yang hadir titipan tawa lalu.

Nyatanya, kini malam tak lagi berdentang,
saat pagi berbisik di telinga
Getar bibir mengucap bait-bait
: “Ya Abba, biarlah aku mati di dalam mimpi. Saat sadar di mimpi pun aku kalah, cemburu pada mereka yang berpagutan. Aku resah di dua sisi”